Pengabaian hak anak , selanjutnya sebagai berikut:
3. Maraknya Pekerja atau Buruh Anak
Sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi Konvensi ILO tersebut, Indonesia telah memiliki UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada pasal 68 disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Namun pada pasal 69 tertuang beberapa pengecualian, diantaranya adalah anak usia 13 Tahun hingga 15 Tahun dapat melakukan pekerjaan ringan asalkan tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya. Bagi pengusaha yang mempekerjakan anak, hendaknya memberikan pekerjaan yang ringan dan harus mampu memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Izin tertulis dari orang tua atau wali
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali
c. Waktu Kerja maksimum 3 jam
d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah
e. Keselamatan dan kesehatan kerja
f. Adanya hubungan kerja yang jelas
g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Selanjutnya Pasal 74 disebutkan mengenai beberapa jenis pekerjaan yang dilarang dilakukan oleh anak-anak. Adapun beberapa jenis pekerjaan yang dilarang untuk anak-anak sebagai berikut:
a. Siapa pun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
b. Pekerjaan- pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
1) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya.
2) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian,
3) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, dan / atau
4) Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak
4. Pelanggaran terhadap Hak Anak yang berhadapan dengan Hukum
Anak yang melakukan tindak pidana atau perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak disebut sebagai anak nakal, sedangkan dikategorikan sebagai anak adalah mereka yang telah mencapai umur 8 ( delapan ) tahun tetapi belum mencapai 18 ( delapan belas tahun) dan belum pernah menikah. Klasifikasi serupa juga digunakan oleh Kepolisian Republik Indonesia dan Lembaga Permasyarakatan untuk menentukan kriteria anak pelaku tindak pidana dan narapidana anak. Dilihat dari proses penyelesaian hukumnya, anak nakal atau anak pelaku tindak pidana mencakup dua kriteria anak, yaitu anak didik permasyarakatan (anak pidana) dan tahanan anak. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ( Ketentuan umum) ayat 8 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan dijelaskan bahwa anak didik permasyarakatan sebagai berikut:
a. Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani Pidana di Lapas (Lembaga Permasyarakatan) anak paling lama berumur 18 ( delapan belas) tahun
b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama samapai berumur 18 (delapan belas) tahun.
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua/ walinya memeroleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama sampai dengan berumur 18 (delapan belas) tahun.
Adapun pengabaian hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum sebagai berikut:
a. Penyebutan identitas anak dalam pemberitahuan di media cetak atau pun elektronik
b. Pemeriksaan anak oleh petugas, tanpa didampingi oleh orang tua dan/ atau orang yang dipercaya oleh anak bersangkutan.
c. Penahanan anak di ruang tahanan bersama dengan tahanan dewasa.
d. Pelaksanaan sidang terbuka untuk umum, sehingga berakibat terungkapnya jati diri anak
e. Tidak terpenuhnya hak anak untuk tetap memeroleh pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kegiatan rekreasional.
5. Belum Diterapkannya Pendidikan Inklusif
(Sumber : Fritz H.s Damanik, Sosiologi SMA/MA Kelas X, Hlm 136-139)
Posting Komentar
Berikan Komentar yang Sopan dan Relevan