Beberapa orang mencoba
menghubung-hubungkan sains dengan agama, atau sains dengan mitos atau yang
terbaru, mengatakan kalau sains hanyalah budaya barat. Karena itu, kita
harusnya paham apa saja sifat sains sesungguhnya. Berikut saya sertakan
sembilan sifat sains yang telah diterima luas di kalangan ilmuan.
1.
Sains menuntut Bukti
Semua penjelasan
ilmiah pada akhirnya harus berdasarkan pada bukti yang sah. Tanpa bukti,
penjelasan yang diajukan tidak lebih dari spekulasi saja. Saat anda mengatakan
bahwa keimanan anda di dukung bukti yang kuat, maka anda sebenarnya tidak
beriman, karena anda memerlukan bukti. Dengan mengatakan hal yang demikian
pula, anda telah memposisikan sains sebagai keimanan. Anda mengalami
miskonsepsi. Sains menuntut bukti, jadi sains bukan keimanan.
2. Sains memakai
landasan berpikir kritis
Kemajuan sains tidak
akan terjadi seandainya ilmuan tidak mempertanyakan asumsi lama, memeriksa dan
menguji kembali data lama, dan mencari kesalahan teori lama sehingga membawa
pada penjelasan yang baru dan lebih baik. Bila anda mengatakan keyakinan anda didukung sains modern,
anda menempatkan keyakinan anda pada posisi berbahaya. Keyakinan anda akan
mengalami proses pemikiran kritis seperti dipertanyakan, diperiksa dan dicari
kesalahannya. Selain itu, hal ini membawa pada posisi bahaya seandainya
dukungan sains modern tersebut di kemudian hari terbukti salah akibat proses
berpikir kritis sains.
3. Penjelasan sains
bersifat sementara
Tidak peduli seberapa
kuatnya bukti dan hasil eksperimen, semua penjelasan ilmiah bersifat sementara.
Ia diterima untuk masa kini namun dapat ditolak atau diperluas bila ada bukti
baru yang berhasil menyangkalnya. Dalam hal ini, sains menatap ke masa depan.
Bila anda memasukkan keyakinan anda dengan dukungan sains, anda membuat sifat
keyakinan anda menjadi sementara dan anda harus siap suatu saat mengakui kalau
keyakinan anda salah.
4. Sains tidak relevan
dengan tradisi
Dalam sains, fakta
yang disediakan tradisi adat istiadat tidaklah relevan. Sains tidak peduli
dengan tradisi. Bila anda punya tradisi makan harus di tanah, dan sains
menemukan kalau tradisi makan di tanah itu berbahaya, maka sains tidak akan
menerima tradisi tersebut sebagai sesuatu yang benar untuk dilakukan. Sejarah
sains penuh dengan tradisi dari berbagai suku bangsa yang berserakan karena
telah terbukti gagal dan salah. Bila anda mencoba mempertahankan tradisi anda,
jangan mencoba mengkaitkannya dengan sains. Karena hal demikian, akan membawa
pada penilaian ilmiah. Tradisi anda berada dalam posisi bahaya. Bila penilaian
ilmiah ternyata menemukan kalau tradisi anda salah, anda mau tidak mau harus
menerima kalau dunia ilmiah tidak mendukung tradisi anda.
5. Sains berlandaskan
pada matematika
Matematika adalah alat
berpikir yang dibangun oleh logika. Matematika independen terhadap realitas.
Ada matematika yang sesuai realitas, ada yang tidak sesuai realitas. Matematika
yang sesuai realitas inilah yang digunakan oleh sains. Dan sains terus
mengamati perkembangan matematika dan bila ada yang dapat diambil untuk
penjelasan ilmiah, maka sains akan memakainya. Sebagai contoh, sebelumnya orang
mengira kalau aljabar linier adalah matematika yang tidak sesuai realitas. Tapi
kemudian dengan mencobakan aljabar linier dalam teka-teki fisika kuantum, para
ilmuan berhasil meramalkan berbagai hal dan menunjukkan kalau aljabar linier
ternyata dapat digunakan untuk menjelaskan realitas. Semua rumus dibangun dari
definisi yang jelas. Matematika bukanlah permainan angka seperti numerologi.
Matematika adalah sistem bernalar yang melibatkan persamaan-persamaan yang
saling terikat dalam aksioma, definisi, teorema, lemma, konjektur dan postulat.
Bila anda mencoba menerapkan matematika dalam keyakinan anda, maka anda
membuatnya rentan terhadap analisa. Sedikit saja ditemukan tidak adanya
konsistensi, maka keyakinan anda dapat runtuh.
6. Sains bersifat
sekuler
Sains tidak memandang
ras, agama, budaya, gender maupun bahasa. Sains dapat dilakukan oleh siapapun
tanpa mengalami diskriminasi. Tidak ada yang namanya sains yunani, sains islam,
sains china, sains perempuan, sains kulit putih, sains barat dan sebagainya.
Prinsip-prinsip sains diturunkan murni dari daya intelektual manusia, bukan
berdasarkan ras dll yang disebutkan di atas. Beberapa negara tampak lebih baik
dalam sains, karena mereka lebih menghormati dan menyuburkan sains dalam masyarakatnya,
bukan karena mereka kulit putih, atau karena mereka ateis. Sains mungkin dapat
disamakan dengan olahraga. Setiap orang berhak untuk berolah raga. Singkatnya,
sains adalah salah satu Hak Asasi Manusia.
7. Sains bukan agama
Kekuatan sains terletak
pada berpikir kreatif dan kritis secara selaras. Satu pihak mengajukan sesuatu
yang baru, yang lain mengkritik. Agama sebaliknya, bebas dari kritik dan
bertopang sepenuhnya pada ketetapan masa lalu yang tidak boleh diubah.
8. Sains bertujuan
memajukan kesejahteraan umat manusia
Sepanjang sejarah,
sains telah menghasilkan begitu banyak kemajuan bagi umat manusia. Sains dapat
dibagi dua menjadi sains dasar dan sains terapan. Dalam fisika misalnya, sains
dasar mempelajari elektromagnetik dan membawa pada terapannya yaitu radio,
televisi, ponsel, internet dsb. Dalam kimia, sains murni mempelajari
sifat-sifat molekul metana, terapannya mencoba menjadikan metana sebagai bahan
bakar untuk memasak. Dalam biologi, sains murni mempelajari evolusi virus, terapannya mencoba
menemukan obat yang mampu menghancurkan rantai evolusi virus tersebut. Beberapa
pihak dapat saja memanfaatkan sains untuk membuat bom seperti bom bunuh diri
atau menabrakkan produk sains, seperti pesawat terbang, ke gedung bertingkat.
Tapi sains tidak akan pernah mau menerima tujuan jahat ini. Semua paper ilmiah
tidak akan menulis dalam bagian Manfaat Penelitiannya yaitu untuk menghancurkan
negara/agama/ras/gender tertentu. Tapi akan hampir selalu ditemukan kalau
bagian Manfaat Penulisan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan, baik dalam
penemuan obat baru, teknologi baru atau hal lainnya. Sisanya kadang menambahkan
ajakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
9. Tuhan bukan bagian
dari Sains
Sains bersifat
materialistik dan naturalistik. Sesuatu yang tidak dapat dibuktikan ada atau
tidak ada secara prinsip, seperti tuhan, tidak dapat digunakan sebagai
penjelasan. Sebagai contoh, saat hujan turun, sains tidak akan menerima
penjelasan kalau hujan turun disebabkan oleh rahmat tuhan. Sains akan
mempelajari proses turunnya hujan tersebut, kenapa bisa turun dsb. Saat terjadi
bencana alam, sains tidak menerima pernyataan kalau bencana disebabkan oleh
amarah tuhan, tapi sains akan mencari penjelasan kenapa itu bisa terjadi secara
alami seperti proses kejadiannya, sebab-sebab terjadinya dan kemudian
memberikan saran untuk menghindari kejadian yang serupa terulang kembali.
Dengan adanya
pemahaman sifat-sifat sains ini, saya harap pembaca dapat memposisikan dengan
tepat antara keyakinan, mitos, otoritas, ramalan tokoh kharismatik dan
sebagainya sebagai sumber pengetahuan. Sains adalah salah satu sumber
pengetahuan manusia, dan selama ini, merupakan sumber yang terbaik.
Bibliografi
1.
Angier, N. 2007. The
Canon: A Whirligig Tour of the Beautiful Basics of Science. Houghton Miffin
Harcourt
2.
Banner, M.C. 1990. The
Justification of Science and The Rationality of Religious Belief. Clarendon
Press.
3.
Brooke, J. H. 1991.
Science and Religion : Some Historical Perspectives. Cambridge University Press
4.
Chemla, K. 2004.
History of Science, History of Text.
5.
Gregorios, P. 1992. A
Little Too Bright: The Enlightenment Today, An Assessment of the values of the
European Enlightenment and a search for new foundations. SUNY Press
6.
Griffin, D. R. 2000.
Religion and Scientific Naturalism: Overcoming the Conflicts. SUNY Press.
7.
Jevons, W.S. 1913. The
Principles of Science: A treatise on logic and Scientific Method. Macmillan.
8.
Korzybski, A. 1994.
Science and Sanity: An Introduction to Non-Aristotelian Systems and General
Semantics. Institute of General Semantics.
9.
Starr, C., McMillan,
B. 2008. Human Biology. Cengage Learning.
10.
Sudarminta, J. 2002.
Epistemologi Dasar, Pengantar ke Beberapa Masalah Filsafat dan Pengetahuan.
Kanisius.
11.
Wattimena, R.A.A.
2003. Filsafat dan Sains: Sebuah Pengantar. Grasindo.
12.
Weyl, H., Wilczek, F.
2009. Philosophy of Mathematics and Natural Science. Princeton University
Press.
Posting Komentar
Berikan Komentar yang Sopan dan Relevan