PENGABAIAN NILAI LUHUR PANCASILA

 



Pengabaian Nilai Luhur Pancasila

    Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah sila yang menggambarkann adanya sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan menganut kepercayaan yang berbeda-beda. Selain itu juga ditekankan pentingnya membina kerukunan hidup dan jaminan kebebasan dalam melaksanakan peribadatan. Sayangnya beragam kasus pelanggaran, penghambatan dan intoleransi masih saja terjadi, hingga mengancam kebebasan beragama dan terwujudnya kerukunan umat beragama.

    Gejala sosial tentang pudarnya nilai-nilai luhur pancasila juga memengaruhi sila ke-2 Pancasila, yakni Sila Kemanusiaan yang Adil dan beradab pun juga begitu. Nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya, kini terabaikan. Kekerasan cenderung meningkat.

    Masyarakat Indonesia masa kini semakin mudah terpancing untuk berkonflik dan melakukan kekerasan. Kekerasan seakan menjadi sesuatu yang terbiasa. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak adanya kesadaran bahwa kekerasan itu tidak pernah menyelesaikan masalah tetapi malah memperumit keadaan. Suatu kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan-kekerasan lain dan membentuk siklus yang tidak berujung. 

    Kekerasan merupakan penanda kegagalan memahami keberagaman. Kekerasan timbul karena pengaruh segelintir anggota masyarakat yang sulit menerima keberagaman. Anggapan tersebut muncul akibat keterbatasan pemahaman dan cenderung menganggap bahwa orang yang berbeda suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit harus dijauhi, diperlakukan berbeda, atau dimusuhi. Mereka enggan menerima kebenaran dari keberagaman, karena merasa dirinya sebagai pemilik tunggal kebenaran.

    Sila Persatuan Indonesia yang menuntut setiap warga negara agar mampu menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa serta negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan, nyaris juga terlupakan. Konflik akibat ego promordial ( ras, suku, agama, dan golongan) telah menimbulkan perpecahan di segala penjuru Indonesia.

    Sementara itu, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarakatan/ Perwakilan sebagai wujud perilaku masyarakat Indoneisa yang mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan demi kepentingan bersama semakin jarang di praktikkan oleh banyak pihak. Pemaksaan kehendak atau perdebatan tak berujung kerap terjadi hingga semakin mentuhkan semangat kekeluargaan yang seharusnya dikedepankan. Akal sehat dan hati nurani hampir selalu dikalahkan oleh kepentingan individu sesaat. 

    Adapun sistem voting ( pengambilan keputusandengan memerhatikan suara terbanyak) yang dijadikan pilihan dalam pengambilan keputusan, justru menciptakan tirani mayoritas. Oleh sebab itu, yang diambil menjadi sulit dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, gagal menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, lalai memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan sekaligus luput mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

    Cita-cita luhur untuk mewujudkan kemajuan merata dan berkeadilan, seperti terkandung dalam Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, berulangkali tercemari oleh pemerasan, pemborosan, dan gaya hidup mewah. Lebih memprihatinkan lagi, hal tersebut dilakukan oleh kaum muda sebagai generasi penerus bangsa. Pesatnya perkembangan budaya urban telah membentuk perilaku konsumtif generasi muda bangsa Indonesia seperti berfoya-foya yang telah membudaya. Sementara kerja keras, kegotongroyongan dan kegemaran memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat mandiri justru kian ditinggalkan dan dilupakan.

Yang dapat dilakukann oleh kaum muda untuk menghayati kembali nilai-nilai luhur Pancasila, sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, dengan senantiasa bersikap toleransi terhadap sesamanya yang berbeda agama demi mewujudkan kerukunan hidup.Untuk itu remaja selayaknya mampu menghayati ajaran agama dan keyakinannya sendiri dan menghargai agama serta keyakinan orang lain, maupun kebenaran universal yang dimiliki  oleh semua agama.

2. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan

3. Memperluas pergaulan demi memperkokoh persatuan.

4. Mengutamakan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama

5. Gemar memberikan pertolongan kepada orang lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

(Sumber : Fritz H.s Damanik, Sosiologi SMA/MA Kelas X, Hlm 130-132)


Kategori:

Posting Komentar

Berikan Komentar yang Sopan dan Relevan

[facebook][blogger][disqus]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget