Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Soerjono soekanto mengemukakan empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat, yaitu perbedaan antarindividu, perbedayaan kebudayaan, perbedaan kepentingan dan perubahan sosial.
Perbedaan Antarindividu
Setiap manusia tentu memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda. Contoh anda dan beberapa teman memiliki pendirian bahwa ketika belajar, suasana kelas yang haruslah tenang. Sementara itu, teman-teman anda yang lain berpendirian bahwa belajar sambil bernyanyi adalah sesuatu yang menyenangkan dan membantu.
Perbedaan Kebudayaan
Anda tentu sudah tahu bahwa kepribadian seseorang sedikit banyak dibentuk oleh kelompoknya. Secara sadar atau tidak, seseorang akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pendirian dari kelompoknya. Hal tersebut sadar atau tidak sadar dapat menyebabkan timbulnya pertentangan. Sebagai contoh seorang anak yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kesopanan tentu akan terpengaruh untuk bersikap sopan ketika bertemu dan berbincang dengan orang lain. Dan begitu sebaliknya.
Perbedaan Kepentingan
Setiap individu tentu memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu. Demikian pula dengan kelompok. Setiap kelompok tentu memiliki kepentingan berbeda-beda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu. Kepentingan itu dapat menyangkut kepentingan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sebagai contoh, para petani merambah dan menebang hutan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi yang diwarisin turun-temurun, yakni untuk membuat kebun atau ladang. Para pengusaha hutan melihat hutan sebagai ladang bisnis; kayunya ditebang, lalu dijual untuk mendapatkan uang, sekaligus untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Sementara itu bagi pecinta lingkungan, hutan adalah paru-paru dunia yang dapat menyelamatkan dunia dari bocornya lapisan ozon, banjir dan sebagainya. Perbedaan kepentingan antarindividu atau antarkelompok dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat.
Perbedaan Sosial
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang terus berubag seiring dengan berkembangnya kebutuhan dan pengetahuannya. Sebagai contoh , konflik antara kaum muda dan tua. Biasanya, kaum muda cenderung ingin merombak pola perilaku atau tradisi masyarakat , sedangkan kaum tua ingin tetap mempertahankan pola perilaku dan tradisi nenek moyangnya. Hal yang sama dapat kita saksikan dari proses perubahan masyarakat pedesaan di Indonesia beberapa dekade belakangan ini. Masyarakat pedesaan Indonesia saat ini sedang mengalami proses perubahan dari masyarakat yang tradisional ke masyarakat industri. Nilai-nilai tradisional seperti krgotongroyongan cenderung berganti ,emjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Demikian juga dengan nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualisme, dan nilai pemanfaatan waktu yang awalnya berorientasi pada fungsi sosial berubah menjadi fungsi materialis, yaitu "waktu adalah uang" . Perubahan seperti itu tidak jarang menimbulkan konflik-konflik di tengah masyarakat. Konflik tersebut muncul karena ada upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan. Perubahan itu dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada. Jadi konflik terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan individu, ataupun masyarakat dan kenyataan sosial akibat perubahan.
(Sumber: Kun Maryani , Juju Suryawati,Sosiologi Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SMA/MA Kelas XI, 2017:141-144)
Posting Komentar
Berikan Komentar yang Sopan dan Relevan