PEMETAAN KONFLIK
Pemetaan konflik menurut Simon Fisher, meliputi pihak-pihak yang berkonflik dan aspirasi dari berbagai pihak. Pemetaan konflik ini adalah cara untuk menggambarkan konflik secara grafis, yaitu menghubungkan antara pihak yang bermasalah dengan pihak lain. Dalam pemetaan konflik di setiap masyarakat akan berbeda. Di masyarakat satu, bisa jadi akan menghasilkan pemetaan konflik yang sederhana, sedangkan di masyarakat lain akan menghasilkan pemetaan yang lebih rumit.
Untuk melihat pihak-pihak yang berkonflik beserta permasalahannya, Hugh Miall membuat panduan tentang pemetaan konflik, yaitu sebagai berikut:
1. Siapa yang menjadi ini pihak bertikai? Apa sekelompok internal mereka dan pada apa mereka tergantung?
2. Apa yang menjadi persoalan konflik? Apa mungkin membedakan antara posisi, kepentingan dan kebutuhan?
3. Apa hubungan antara pihak-pihak yang bertikai? Apakah ada ketidaksimetrisan kualitatif dan kuantitatif?
4. Apa persepsi menyebabkan dan sifat konflik diantara pihak-pihak yang bertikai?
5. Apa perilaku akhir-akhir ini pihak yang bertikai?
6. Siapa pemimpin pihak yang bertikai? pada tingkat elite dan individual, apa tujuan, kebijakan, kepentingan, kekuatan, dan kelemahan relatif mereka,
Selain Hugh Miall, Amr Abdallah, seseorang sosiolog dari University for Peace yang dibentuk oleh PBB, juga memetakan konflik dengan model source, issues, parties, attitude, behavior, intervention dan outcome (SIPABIO)
1. Source ( sumber konflik), yaitu konflik dihasilkan dari sumber-sumber yang berbeda sehingga lahir pula bentuk konflik yang berbeda pula.
2. Issues (isu-isu), yaitu tujuan yang tidak sejalan antaroihak ynag bertikai
3. Parties (pihak), pihak-pihak atau kelompok yang terlibat dalam konflik
4. Attitudes (sikap) , yaitu perasasaan atau pandangan yang memengaruhi pola perilaku konflik.
5. Behavior (perilaku/ tindakan), yaitu tindakan yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik
6. Intervention (campur tangan pihak lain), yaitu campur tangan atau tindakan yang dilakukan oleh pihak luar/ netral untuk menemukan pemecahan masalah.
7. Outcome (hasil akhir) yaitu, dampak atau situasi yang ditimbulkan dari pihak yang berkonflik.
BENTUK-BENTUK KONFLIK
Berdasarkan bentuknya, Lewis A Coser membedakan konflik atas dua bentuk, yaitu konflik realistis dan konflik nonrealistis.
1. Konflik realistis berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem dan tuntutan-tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial. Para karyawan yang mengadakan permogokan melawan menejemen perusahaan merupakan salah satu contoh konflik realistis.
2. Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan yang antagonis (berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk meredakan ketegangan. Dalam masyarakat tradisional, pembalasan dendam lewat ilmu ghaib merupakan bentuk konflik nonrealistis. Demikian juga dengan upaya mencari "kambing hitam" yang sering terjadi dalam masyarakat yang telah maju.
Lewis A Coser menyatakan bahwa dalam situasi tertentu, elemen konflik dapat berbentuk realistis sekaligus nonrealistis. Misalnya sikap perlawanan dalam aksi pemogokan melawan majikan, tidak hanya timbul sebagai akibat dari ketegangan hubungan antara buruh dan majikan. Sikap perlawanan itu juga dapat timbul karena ketidakmampuan menghilangkan rasa permusuhan terhadap figur-figur yang berkuasa, misalnya figur ayah yang sangat otoriter. Dengan demikian energi agresif mungkin terbentuk lewat proses-proses interaksi lain sebelum ketegangan dan konflik itu muncul.
Berdasarkan kedua bentuk konflik diatas, Lewis A Coser membedakan konflik atas konflik in-group dan konflik out-group. Konflik in-group adalah konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri. Contohnya konflik yang terjadi antaranggota dalam suatu geng. Konflik out-group adalah konflik yang terjadi antara satu kelompok dan kelompok lain. Sebagai contoh. konflik yang terjadi antara masyarakat Dayak dan masyarakat Madura beberapa tahun lalu, atau antarkelompok agama di Maluku.
Ahli lain, Ralf Dahrendorf membedakan konflik atas empat macam sebagai berikut:
1. Konflik antara peran-peran sosial. Sebagai contoh, konflik antara peran-peran dalam keluarga atau profesi, seperti peranan seorang suami dan istri dalam mendapatkan penghasilan.
2. Konflik antara kelompok- kelompok sosial.
3. Konflik antara kelompok- kelompok yang terorganisasi dan tidak terorganisasi
4. Konflik-konflik di antara satuan nasional, seperti antara partai politik, negara-negara atau organisasi-organisasi internasional.
(Sumber:Kun Maryani , Juju Suryawati,Sosiologi Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SMA/MA Kelas XI, 2017:136-138)
Posting Komentar
Berikan Komentar yang Sopan dan Relevan