Teori evolusi telah tersebar begitu luas, terutama akibat ketidakmengertian masyarakat awam mengenai apa itu evolusi, teorinya dan faktanya. Disini saya akan menyarikan tulisan dari Douglas Theobald, Ph.D. Tulisannya yang asli sesungguhnya terdiri dari 4 bagian yaitu konsep, prediksi, bukti dan falsifikasi. Istilah falsifikasi sendiri artinya adalah “cara meruntuhkan sebuah teori”. Semua teori ilmiah tidak boleh kebal. Sebuah teori yang ilmiah harus dapat di falsifikasi, ia harus dapat digugurkan jika ada bukti yang mengatakan sebaliknya. Sebuah teori dikatakan tidak ilmiah jika ia tidak mungkin di sangkal. Contoh, teori kalau kita hidup dalam program komputer (teori matrix). Teori ini tidak ilmiah karena kita tidak dapat membayangkan adanya bukti yang dapat memfalsifikasikannya. Setiap kali terjadi sesuatu, apapun itu tanpa terkecuali, seorang pendukung teori matrix dapat mengatakan, memang dari sananya sudah di program demikian. Sebaliknya, teori bulan terbelah adalah sebuah teori ilmiah. Kita dapat membayangkan bukti kalau teori ini salah, misalkan pengamatan kalau tidak ada tanda di bulan kalau ia pernah terbelah.
Mitos mengenai runtuhnya
Ada beberapa teori evolusi. Paling tidak ada tiga, yaitu teori evolusi Lamarck, teori evolusi Darwin dan teori evolusi Gould. Teori evolusi Lamarck mengatakan kalau peristiwa yang terjadi dalam hidup organisme dapat diwariskan. Ambil contoh seorang binaraga. Beliau berlatih dari kecil sehingga awalnya kurus menjadi kekar. Teori evolusi Lamarck mengatakan bahwa kelak sang anak yang lahir juga akan kekar, tanpa harus berlatih bina raga lagi (karena ayahnya sudah melakukannya sebelum ia lahir). Falsifikasinya gampang, kalau kita menemukan bukti ada anak yang kurus padahal orang tuanya kekar, maka teori Lamarck dapat gugur. Dan teori Lamarck memang sudah lama gugur. Teori Gould lebih dikenal sebagai Punctuated Equilibrium. Gould mengatakan kalau evolusi berlangsung tersendat-sendat. Kadang terjadi evolusi berlangsung sangat cepat, kemudian terjadi evolusi yang sangat lambat. Teori Gould sampai sekarang belum dapat diperiksa, terutama karena teori ini sangat luas dan komprehensif. Satu contoh tidak cukup, seandainya kita mengamati satu spesies berevolusi dengan kecepatan tetap, bisa jadi spesies lain tidak. Tapi kita dapat membayangkan bukti penyangkalnya, yaitu bila kita menemukan sebagian besar spesies atau seluruh spesies, ber evolusi dengan kecepatan konstan.
Teori evolusi Darwin juga sangat komprehensif. Darwin mengatakan evolusi terjadi karena adanya seleksi alam terhadap keturunan, yang kemudian secara modern, keturunan ini ditentukan oleh gen, dan perubahan keturunan adalah mutasi. Kita dapat membayangkan bukti kalau teori Darwin salah. Bukti-bukti ini, seandainya ditemukan, maka akan meruntuhkan teori evolusi Darwin atau paling tidak, membuat teori evolusi Darwin harus direvisi. Sebuah bukti, adalah nyata, artinya bukan hanya hasil berpikir semata. Banyak orang menganggap teori evolusi gugur hanya karena berpikir lewat akalnya. Perlu diperhatikan, akal setiap orang berbeda. Ada orang yang dapat menganggap sesuatu masuk akal, ada yang tidak dapat. Itu juga mengapa kita punya prestasi berbeda dengan orang lain saat sekolah. Menggunakan pikiran semata, bukanlah penyanggah teori ilmiah. Orang mengistilahkan berpikir semata sebagai sesuatu yang “subjektif”. Teori ilmiah adalah objektif, dan karenanya harus disanggah secara objektif pula. Menyanggah teori secara objektif berarti menggunakan fakta yang dapat diperiksa kebenarannya semua orang yang kompeten di bidangnya. Menggunakan fakta ilmiah, itu baru cara menyanggah yang benar.
Berikut apa saja bukti, yang bila ditemukan, dapat dipakai untuk menyanggah teori evolusi. Silakan anda yang ingin membuktikan kalau teori evolusi salah, mencari salah satu bukti yang dibayangkan dalam daftar ini. Kalau saudara bisa menemukannya, mungkin saudara akan mendapatkan hadiah nobel.
1. Ditemukannya Mahluk Hidup dengan DNA dan protein yang tidak ada hubungannya dengan mahluk hidup lainnya di bumi
Ribuan spesies baru ditemukan setiap tahun, dan baris DNA dan protein diuraikan setiap hari dari spesies yang sebelumnya belum diperiksa (Wilson 1992, Ch. 8). Pada laju saat ini, yang bertambah secara eksponensial, hampir 38 juta barisan basa baru dibaca setiap hari. Masing-masing merupakan ujian bagi teori evolusi. Hanya berdasarkan pada teori evolusi dan genetika dari organisme yang telah diketahui, kita dengan yakin meramalkan kalau kita tidak akan pernah menemukan satupun spesies modern dari filum manapun yang dikenal di bumi ini dengan bahan genetik asing non-asam nukleat. Kita juga meramalkan dengan penuh keyakinan kalau semua spesies yang akan ditemukan yang merupakan anggota filum yang telah dikenal akan memakai kode genetik standar atau turunan dekatnya. Sebagai contoh, menurut teori, tidak satupun dari ribuan serangga yang baru dan tidak diketahui sebelumnya yang terus ditemukan di hutan hujan Brazil akan memiliki genome non-asam nukleat. Tidak pula akan spesies serangga yang belum ditemukan ini akan memiliki kode genetik yang bukan turunan dekat dari kode genetik standar. Dengan ketiadaan teori evolusi, adalah mungkin setiap spesies akan memiliki kode genetik berbeda, spesifik padanya, karena ada sebanyak 1.4 x 10^(70) kode genetik yang ekuivalen secara informasional, semuanya memakai kodon dan asam amino yang sama seperti kode genetik standar (Yockey 1992). Kemungkinan ini akan sangat bermanfaat bagi organisme, karena akan menyingkirkan infeksi virus antar spesies. Walau demikian, ini tidak diamati di alam, dan teori evolusi secara efektif menjelaskan kenapa pengamatan demikian tidak mungkin didapat.
Sebagai contoh lain, sembilan spesies baru lemur dan dua marmoset (semuanya primata) ditemukan di rimba Madagaskar dan Brasil tahun 2000 (Groves 2000; Rasoloarison et al. 2000; Thalmann dan Geissmann 2000). Sepuluh spesies monyet baru telah ditemukan di Brasil sejak tahun 1990 (Van Roosmalen et al. 2000). Tidak ada yang melanggar hukum biologi bila spesies-spesies ini akan memiliki kode genetik yang tidak digunakan sebelumnya tidak ada, kecuali teori evolusi. Walau demikian, kita sekarang tahu dengan pasti bahwa lemur-lemur baru ini memiliki DNA dengan kode genetik standar (Yoder et al.2000); para marmoset belum lagi diperiksa. Lebih jauh, masing-masing spesies dapat menggunakan polimer berbeda untuk katalisis. Polimer yang digunakan dapat tetap identik tapi memiliki siralitas berbeda pada spesies berbeda.
Ada ribuan jalur glikolisis yang ekivalen secara termodinamis (bahkan bila memakai sepuluh langkah reaksi yang sama namun urutannya berbeda), jadi adalah mungkin setiap spesies akan memiliki jalur glikolisisnya sendiri-sendiri, dirancang untuk kebutuhannya sendiri. Penalaran yang sama berlaku pada jalur metabolik inti lainnya, seperti siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif. Terakhir, banyak molekul lain selain ATP yang dapat menjadi alat tukar energi dalam berbagai spesies (CTP, TTP, UTP, ITP, atau molekul mirip-ATP lainnya dengan satu dari 293 asam amino yang diketahui atau satu dari selusin basa lain yang dapat menggantikan adenosin). Penemuan adanya hewan atau tanaman yang memuat salah satu dari contoh yang disebutkan di atas akan menjadi penemuan yang meruntuhkan teori evolusi, namun sampai sekarang mereka belum pernah ditemukan.
2. Ditemukannya Melinjo berbunga, Pakis berkayu, Burung yang memiliki susu, mamalia berbulu burung, atau ikan dengan gigi geraham dan taring sekaligus.
Akan menjadi sangat problematik bila banyak spesies ditemukan memiliki karakteristik gabungan dari beragam kelompok. Sebagai contoh, sebagian tanaman tak berpembuluh dapat saja memiliki bunga atau biji, seperti tanaman berpembuluh, tapi ternyata tidak ada. Gymnosperma (seperti melinjo atau pinus) dapat saja memiliki bunga, tapi tidak pernah ditemukan. Tanaman tanpa biji, seperti pakis, dapat saja memiliki kayu; walau begitu hanya sebagian angiosperma yang memiliki kayu. Begitu pula, burung dapat saja memiliki kelenjar susu atau rambut; sebagian mamalia bisa saja memiliki bulu (ini sangat berguna untuk isolasi). Ikan atau amfibi tertentu dapat saja memiliki gigi terdiferensiasi, tapi ini hanya dimiliki oleh mamalia. Sebuah karakteristik campuran seperti ini akan membuatnya sangat sulit di organisasi secara objektif dalam hirarki. Tidak seperti organisme, mobil memang memiliki karakter campuran, dan ini persis mengapa hirarki bersarang tidak dapat secara alami dipakai untuk klasifikasi mobil.
Bila mustahil, atau sangat bermasalah, menempatkan spesies dalam skema klasifikasi yang objektif (seperti pada mobil, kursi, buku, unsur atom dan partikel elementer), teori evolusi akan runtuh secara efektif. Lebih tepatnya, bila pohon filogenetis dari semua kehidupan memberikan nilai rendah dari sinyal filogenetis (struktur hirarkis tertutup), teori evolusi akan hancur.
Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki tertutup. Secara matematis, sebuah hirarki tertutup adalah hasil dari korelasi spesifik antara karakter atau organisme tertentu. Saat tingkat evolusi cepat, karakter menjadi tersebar secara acak satu sama lain, dan korelasi melemah. Walau demikian, karakter juga dapat anti korelasi – adalah mungkin bagi mereka berkorelasi dalam arah berlawanan dari apa yang dihasilkan hirarki bersarang (Archie 1989; Faith dan Cranston 1991; Hillis 1991; Hillis dan Huelsenbeck 1992; Klassen et al. 1991). Pengamatan pola anti korelasi demikian akan menjadi sebab keruntuhan teori evolusi, tanpa perlu melihat pada tingkat evolusioner.
Ukuran yang dipakai secara luas untuk struktur hirarkis kladistik adalah indeks konsistensi (CI). Sifat statistik dari ukuran CI diteliti dalam paper terkenal oleh Klassen et al. (1991). Nilai pasti CI tergantung pada jumlah taksa dalam pohon filogenetis yang diteliti. Dalam paper ini, penulis menghitung nilai berapa yang signifikan secara statistik untuk beragam jumlah taksa. Nilai CI yang tinggi menunjukkan derajat tinggi strutur hirarkis. Sebagai contoh, CI 0,2 diperkirakan dari data acak 20 taksa. Nilai 0,3 walau begitu adalah signifikan sekali secara statistik. Paling menarik pada point saat ini adalah fakta bahwa CI 0,1 dari 20 taksa juga sangat signifikan secara statistik, namun ia terlalu rendah-ia adalah indikator dari struktur anti kladistik. Klassen et al. mengambil 75 nilai CI dari kladogram yang diterbitkan dalam tahun 1989 (digabung dalam tiga paper) dan menemukan bagaimana mereka sangat signifikan secara statistik. Kladogram yang dipakai mulai dari 5 hingga 49 taksa (yaitu spesies berbeda). Tiga dari 75 kladogram jatuh dalam batas kepercayaan 95% dari data acak, yang artinya mereka tidak dapat dibedakan dari data acak. Semua sisanya merupakan nilai CI yang tinggi signifikansinya secara statistik. Tidak satupun menunjukkan nilai rendah signifikan; tidak ada yang menunjukkan pola anti hirarkis, anti korelasi. Catat, studi ini dilakukan sebelum ada ukuran signifikansi statistik yang dapat memungkinkan peneliti menyingkirkan kladogram yang buruk. Dapat diramalkan, tiga himpunan data buruk memiliki dibawah sepuluh taksa-tentu saja lebih rumit menentukan signifikansi statistik dengan sangat sedikit data. 75 studi independen dari peneliti-peneliti berbeda pada organisme dan gen berbeda dengan nilai CI tinggi (P < 0.01) adalah konfirmasi luar bisaa pada tingkat astronomis dari signifikansi statistik gabungan (P « 10^(-300), Bailey dan Gribskov 1998; Fisher 1990). Bila sebaliknya yang benar – bila studi memberikan nilai CI signifikan secara statistik (yaitu struktur hirarkis kladistik) yang rendah dari yang diharapkan dari data acak- teori evolusi akan runtuh dengan seketika.
Perlu dicatat bahwa ada 1,5 juta spesies yang diketahui saat ini, dan mayoritas spesies ini telah ditemukan semenjak Darwin menyatakan hipotesis evolusinya. Walau begitu, semuanya cocok dengan pola hirarkis tertutup dalam error metode kita. Lebih jauh lagi, diperkirakan hanya 1 hingga 10% dari semua spesies hidup telah kita catat, belum lagi diteliti secara detil. Spesies baru ditemukan setiap hari, dan masing-masing merupakan ujian untuk teori Evolusi (Wilson 1992, Ch. 8).
3. Penemuan Ketidak cocokan yang signifikan antara pohon evolusi yang dibuat secara morfologis dengan yang dibuat secara molekuler
Saat menjadi mungkin untuk membariskan molekul biologis, realisasi dari pohon berbeda berdasarkan bukti molekuler independen akan menjadi hantaman keras bagi teori evolusi, walaupun jauh dari hasil yang paling mungkin. Lebih tepatnya, teori evolusi akan runtuh bila pohon filogeni universal yang diperoleh dari bukti morfologis dan molekuler yang independen tidak cocok dengan signifikansi statistik. Lebih jauh, kita kini dalam posisi mulai membangun pohon filogenetis berdasarkan pada garis data lain yang independen, seperti organisasi kromosom. Secara umum, jumlah dan panjang kromosom serta posisi gen pada kromosom semuanya independen dari identitas morfologi dan barisan. Filogeni yang dibangun dari data ini harus menunjukan pohon filogenetis yang standar pula (Hillis et al. 1996; Li 1997).
4. Ditemukannya Hewan Separuh Mamalia separuh Burung seperti Pegasus
Penemuan apapun dari bentuk peralihan separuh mamalia separuh burung akan tidak konsisten dengan teori evolusi. Banyak contoh dari bentuk peralihan yang tidak mungkin berdasarkan pohon standar (Kemp 1982; Stanley 1993; Carroll 1997; Chaterjee 1997). Sebuah point penting adalah sebuah penafsiran kladistik evolusioner yang ketat mengeluarkan kemungkinan menemukan leluhur sejati; hanya bentuk peralihan dapat ditentukan secara positif. Bukti non kontroversi satu-satunya dari hubungan leluhur-keturunan adalah pengamatan kelahiran; jelas ini secara normal mustahil dalam catatan fosil. Bentuk peralihan tidak perlu sama pasti dengan yang leluhur yang diramalkan; faktanya, hampir mustahil kalau mereka sama. Hanya karena pertimbangan kemungkinan, bentuk peralihan yang kita temukan sepertinya bukanlah leluhur sejati dari spesies modern manapun, tapi akan paling berhubungan dengan leluhur yang diramalkan. Jadi, bentuk peralihan yang kita temukan akan memiliki karakter turunan tambahan yang menunjukkan mereka merupakan bentuk peralihan. Karena pertimbangan ini, saat sebuah fosil peralihan baru dan penting ditemukan, paleontolog yang hati-hati akan sering mencatat bahwa spesies peralihan pada studi mungkin bukan leluhur, namun “wakil dari leluhur bersama” atau sebuah “cabang tetangga” evolusioner. Semakin sedikit karakter turunan tambahan yang dimiliki sebuah fosil peralihan, semakin tinggi kemungkinan kalau fosil peralihan ini leluhur yang sejati.
5. Ditemukannya fosil mamalia, burung atau bunga di batuan zaman Silur atau sebelumnya
Akan sangat tidak konsisten dengan teori evolusi bila urutan kronologis terbalik dalam contoh reptil-burung dan reptil-mamalia. Bahkan menemukan bahwa tidak ada korelasi keseluruhan antara stratigrafi dan filogeni konsesus dari taksa utama akan sangat problematik untuk teori evolusi. Sebagai tambahan, korelasi yang teramati dapat menurun pada bingkai waktu lebih panjang atau saat kita mendapat lebih banyak data paleontologis – namun tidak pernah terjadi (Benton et al. 1999; Benton dan Storrs 1994). Berdasarkan pada keyakinan tinggi dalam beberapa cabang pohon filogenetis, sebagian batasan temporal sangat kaku. Sebagai contoh, kita tidak akan mungkin menemukan fosil mamalia atau burung pada atau sebelum deposit Devon, sebelum reptil berpisah dari garis tetrapoda amfibi. Ini mengeluarkan deposit prakambria, kambria ordovisian, dan silur, memuat 92% sejarah geologis bumi dan 65% sejarah biologis organisme multiseluler. Bahkan satu saja temuan fosil mamalia, burung atau bunga dari pra devon akan meruntuhkan teori evolusi dalam seketika (Kemp 1982; Carroll 1988; Stanley 1993; Chaterjee 1997).
6. Ada bayi yang dilahirkan berbulu seperti burung
Tidak ada organisme yang dapat memiliki struktur vestigial yang sebelumnya tidak fungsional dalam salah satu leluhurnya. Jadi, untuk setiap spesies, pohon filogenetis standar membuat sejumlah besar prediksi mengenai karakter vestigial yang boleh dan mustahil untuk setiap spesies. Karakter yang dimiliki bersama dan data barisan molekuler, bukan karakter vestigial, menentukan filogeni dan karakteristik leluhur bersama yang diprediksi. Jadi, bila teori evolusi salah, karakter vestigial sangat mungkin tidak dapat dijelaskan secara evolusioner. Sebagai contoh, paus digolongkan mamalia atas dasar banyak kriteria, seperti memiliki kelenjar susu, plasenta, satu tulang di rahang bawah, dll. Ular begitu pula digolongkan reptil karena memiliki fitur turunan lainnya. Walau demikian, adalah mungkin secara teoritis kalau ular atau paus digolongkan sebagai ikan (seperti yang dilakukan Linnaeus pada awalnya). Bila ini kasusnya, kaki vestigial dari paus atau tulang paha vestigial pada ular tidak akan masuk akal secara evolusioner dan tidak akan konsisten dengan teori evolusi. Selanjutnya, maka, kita tidak akan pernah menemukan puting susu vestigial atau tulang incus vestigial pada amfibi, burung atau reptil. Tidak ada mamalia yang akan ditemukan memiliki bulu vestigial. Tidak akan ada primata yang akan ditemukan memiliki tanduk vestigial atau sayap terdegenerasi tersembunyi dibalik kulit punggungnya. Kita tidak akan menemukan anthropoda manapun yang memiliki tulang belakang vestigial. Ular dapat memiliki kaki atau tangan vestigial, namun mereka tidak akan memiliki sayap vestigial. Manusia dapat ditemukan memiliki caecum vestigial, karena kita keturunan dari mamalia herbivora, namun tidak akan pernah satupun primata dapat memiliki gizzard vestigial seperti yang ada pada burung. Mutatis mutandis ad infinitum.
7. Ada anak ayam yang berekor monyet atau memiliki rambut
Pada dasarnya sama dengan tantangan pada struktur vestigial di atas.
8. Ditemukannya gen kloroplas pada hewan
Akan sangat membingungkan bagi teori evolusi bila kita tidak menemukan pseudogen L-gulano-alpha-lactone oxidase atau gen vestigial lainnya. Sebagai tambahan, kita dapat memprediksi kalau kita tidak akan pernah menemukan gen kloroplas vestigial dalam metazoan (yaitu hewan) manapun (Li 1997, pp. 284-286, 348-354).
9. Ditemukannya puting dan rambut pada janin ikan, amfibi atau reptil
Berdasarkan pada pohon filogenetika standar kita, kita bisa menduga kalau menemukan sarung ingsang atau kulit telur pada suatu saat di masa perkembangan embrionik (dan kita benar-benar menemukannya). Walau begitu, kita tidak pernah menduga kalau bisa menemukan puting, rambut, atau tulang inkus telinga tengah pada saat apapun dalam embrio ikan, amfibi atau reptil. Begitu juga, kita bisa menduga menemukan gigi dalam mulut sebagian embrio burung (dan memang ditemukan), namun kita tidak menduga kalau bisa suatu saat menemukan paruh mirip burung dalam embrio mamalia eutheria (eutheria adalah mamalia dengan plasenta seperti manusia, sapi, anjing atau kelinci). Kita bisa menduga menemukan embrio manusia dengan ekor (dan benar kenyataannya) namunkita tidak akan pernah menemukan tonjolan kaki atau tangan dalam embrio pari, belut, ikan teleostoi atau hiu. Penemuan demikian bila terjadi akan langsung bertentangan dengan teori evolusi. (Gilbert 1997, esp. Ch. 23).
10. Ditemukannya asal usul gajah asli kepulauan Pasifik
Dari pengetahuan yang terbatas pada persebaran spesies, kita meramalkan kalau kita tidak akan pernah menemukan gajah di kepulauan Pasifik, bahkan kalau mereka mampu bertahan hidup disana. Serupa pula, kita meramalkan kalau kita tidak akan menemukan amfibi di pulau-pulau terpencil, atau kaktus asli dari Australia. Spesies yang berkerabat dekat dapat tersebar seragam di dunia, sesuai dengan habitat manapun yang sesuai dengannya. Bila ini adalah pola biogeografi ruang umum, maka ini akan menjadi sebuah hantaman keras untuk teori evolusi (Brown dan Lomolino 1998).
11. Ditemukannya fosil kuda atau australopithecus di Australia dan Antartika
Kita dengan percaya diri meramalkan kalau fosil dari hewan yang baru berevolusi seperti kera dan gajah tidak akan ditemukan di amerika selatan, antartika atau Australia (kecuali, tentu saja, kera yang berlayar dengan perahu). Akan sangat menyedihkan nasib teori evolusi bila kita menemukan di amerika selatan fosil dari Epihippus atau Merychippus (atau bentuk peralihan di antaranya) dari Zaman Paleosen, Eosen, Oligosen, Miosen, atau kapanpun sebelum Panama muncul menghubungkan amerika utara dan selatan (sekitar 12 juta tahun lalu). Lebih lanjut, kita tidak akan pernah menemukan fosil leluhur kuda di Australia atau antartika dari era geologis manapun (MacFadden 1992; Brown dan Lomolino 1998). Kita juga tidak mengharap mendapatkan fosil Australopithicus, Ardipithecus, atau Kenyanthropus di Australia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Antartika, Siberia atau pulau samudera manapun yang jauh dari Afrika. Penemuan demikian akan meruntuhkan teori evolusi dengan seketika.
12. Ditemukannya Griffin (burung dengan dua sayap, dua tangan dan dua kaki)
Catatan fosil dapat menunjukkan sebuah kemajuan kronologis dimana sayap burung perlahan berubah menjadi tangan reptil; walau begitu, kebalikannya yang selalu terjadi. Sebagai tambahan, sebuah hantaman besar akan muncul bila secara positif ditunjukkan kalau struktur primitif dari organisme yang diramalkan teori evolusi tidak beralasan termodifikasi menjadi struktur turunan organisme modern. Contoh yang sangat jelas, dan sepenuhnya serius, adalah mustahil secara evolusioner menemukan mahluk yang namanya Pegasus. Karena seekor Pegasus harusnya mamalia yang berkerabat dekat dengan kuda, jadi sayapnya akan dinilai sebagai karakter turunan. Tapi, sayap Pegasus tidak mungkin merupakan modifikasi struktur leluhurnya, karena leluhur yang diramalkan dari pegasus dan kuda tidak punya struktur yang mungkin untuk dimodifikasi (Futuyma 1998, p. 110). Secara analog, kita meramalkan kalau kita tidak akan pernah menemukan burung dengan sayap dan tangan sekaligus, atau kerang dengan kloroplas, walau struktur ini akan sangat membantu organisme ini. Begitupula, akan sebuah penyebab runtuhnya teori evolusi bila pohon filogenetis tidak memiliki kontinuitas struktural, namun kontinuitas fungsional atau bahkan tidak punya kontinuitas sama sekali.
13. Protein yang melakukan fungsi baru sepenuhnya berbeda dengan protein pelaku fungsi inti
Protein melakukan fungsi yang baru berevolusi harus memiliki kesamaan signifikan secara statistik dengan protein yang melakukan fungsi inti. Adalah sangat problematik secara evolusioner bila ini tidak terjadi. Lebih lanjut, akan tidak konsisten dengan teori evolusi bila kita menemukan gen yang terlibat dalam fungsi multiseluler lebih dalam berakar dalam filogeni mereka (yaitu bila gen ini lebih purba dari gen fungsi inti) (Li 1997; Chervitz et al. 1998).
14. Ditemukannya Paus, lumba-lumba atau penguin yang memiliki Insang
Kita tidak akan menduga spesies yang baru ditemukan apakah itu lumba-lumba, paus, penguin, atau kerabat dekat mamalia manapun memiliki insang (analogi yang mungkin dengan ikan), karena leluhur mereka tidak memiliki insang atau struktur mirip insang yang dapat menurun pada mereka. Ini adalah ramalan teori evolusi, walau faktanya insang akan sangat menguntungkan bagi mamalia dan burung air.
15. Ditemukannya organisme yang berbentuk modular, yaitu bentuk rakitan seperti perangkat komputer, yang bisa ditempeli modem, keyboard, mouse, USB, speaker, kamera, dsb. Contoh, tangan kita bisa hidup sendiri, kepala bisa hidup sendiri, kaki bisa hidup sendiri, dsb.
Parahomologi dan analogi adalah ramalan khusus teori evolusi dan prinsip dari oportunisme evolusioner. Adalah mungkin ada sebuah dunia dimana tidak ada kasus parahomologi atau analogi biologis. Sebagai contoh, organisme hidup dapat disusun dalam bentuk modular, seperti sebagian besar ciptaan antropogenik, dimana setiap struktur memiliki fungsi khusus.
16. Ditemukannya ikan dengan mata seperti gurita
Sebuah bukti kuat yang dapat meruntuhkan teori evolusi dalam hal ini adalah penemuan mamalia tanpa persilangan antara saluran pencernaan dengan saluran pernapasan, atau reptil atau mamalia tanpa titik buta di matanya, dll. Ini karena rancangan yang buruk tidak dapat cocok lewat proses evolusioner, bahkan bila memperbaiki masalah ini akan bermanfaat bagi organisme. Satu-satunya pencocokan yang diizinkan oleh teori evolusi adalah modifikasi relatif kecil pada apa yang telah ada.
Catatan: Anggota dari kelas argumen ini dapat dimentahkan bila sebuah struktur suboptimal sebelumnya pada kenyataannya ditemukan efisien secara fungsional. Walau demikian, untuk sebagian besar contoh, penemuan sebuah fungsi penting pada susunan struktural tertentu tidak merubah kesimpulan dasar. Sebagai contoh, mungkin titik buta retina pada vertebrata sesungguhnya punya fungsi penting, atau mungkin saat ini tidak diketahui fungsinya pada hewan darat. Faktanya, sebagian anti evolusionis telah mengajukan kalau mata vertebrata yang masuk ke dalam rongga yang rumit, yaitu bintik buta, dibutuhkan untuk kehidupan darat, sementara mata keluar pada cephalopoda penting untuk pandangan bawah air (Bergman 2000). Namun pertanyaannya – kenapa ikan vertebrata punya mata kedalam? Untuk ikan, bidang mata vertebrata dengan kompleksitas tambahan yang tidak diperlukan adalah suboptimal, karena semakin elegan, semakin efisien, semakin sederhananya mata cepalopoda dapat melakukan fungsi bawah air yang sama baiknya. Argumen suboptimalitas belum terpatahkan; penekanan telah diberikan terus dari satu organism eke organisme lainnya. Lebih lanjut, hipotesis teori evolusi akan tetap dapat runtuh dengan penemuan ikan tulang vertebrata dengan mata keluar.
17. Ditemukannya mahluk hidup yang efisien
Karena evolusi tidak punya pandangan ke depan, dan tidak dapat merencanakan fungsi masa depan, akan sangat mencurigakan bila sistem molekuler biologis dirancang secara efisien. Kembali, ini tidak mengeluarkan kompleksitas – tapi efisiensi mekanisme.
18. Ada protein yang setiap mahluk hidup miliki tapi dengan barisan sandi genetik yang tidak sama dalam semua spesies
Tanpa menganggap teori evolusi, hasil paling mungkin adalah barisan protein sitokrom c dalam semua organisme akan sangat berbeda satu sama lain. Bila hal ini yang terjadi, sebuah analisis filogenetis akan mustahil, dan akan memberi bukti kuat kalau tidak ada kaitan keturunan antar spesies (Dickerson 1972; Yockey 1992; Li 1997). Lebih lanjut, dasar utama dari argumen evolusi akan runtuh dengan mudah bila ada yang bisa menunjukkan:
(1) kalau protein spesifik spesies sitokrom c secara eksklusif fungsional dalam spesies yang bersangkutan, atau
(2) tidak ada barisan sitokrom c lain yang dapat berfungsi dalam organisme itu selain barisan sitokrom aslinya, atau
(3) sebuah mekanisme yang teramati dalam pewarisan dapat menyebabkan barisan protein berlebih berhubungan secara sebab akibat dengan morfologi organisme tertentu
19. Sama dengan nomor 18 hanya saja barisan yang berbeda adalah barisan penyandi, bukan barisan sandi
Hasil yang paling mungkin adalah kalau barisan koding DNA untuk protein mestinya berbeda secara radikal. Ini akan menjadi penyebab runtuhnya teori evolusi, dan menjadi bukti kuat kalau simpanse dan manusia tidak berkerabat dekat secara keturunan. Tentu saja kemungkinan salah dari nomor 18 juga berlaku untuk barisan DNA.
20. Ditemukannya dua spesies mamalia yang memiliki transposon yang sama dalam lokasi yang sama di kromosom
Lihat nomor 21 dan 22, prinsipnya sama.
21. Ditemukannya dua spesies mamalia yang memiliki pseudogen berlebih dalam lokasi yang sama di kromosom, dan mutasi yang sama
Duplikasi gen yang teramati adalah peristiwa langka dan acak. Jadi, hampir mustahil kalau mamalia lain akan memiliki pseudogen berlebih yang sama pada lokasi kromosom yang sama, dengan mutasi yang sama yang merubah fungsi normalnya. Sebagai contoh, pada dasarnya mustahil bagi tikus untuk membawa pseudogen 21-hydroxylase, di lokasi genomik yang sama, dengan delesi delapan pasangan basa yang sama yang menghancurkan fungsi enzimatisnya. Lebih lanjut, sekali sebuah gen terduplikasi dan mutasi memberinya psedogen berlebih, ia akan diwarisi semua keturunan. Jadi, sekali satu organisme ditemukan membawa pseudogen yang sama, teori evolusi mensyaratkan kalau semua organisme secara filogenetis peralihan harus juga membawa pseudogen. Sebagai contoh, anggap kita menemukan kalau manusia dan monyet dunia lama memiliki pseudogen yang berlebih yang sama. Menurut teori evolusi, semua kera (termasuk simpanse, gorilla, orang utan, dan siamang) harus juga memiliki pseudogen berlebih ini pada lokasi kromosom yang sama. Kesimpulan ini berdasarkan pada premis kalau tidak ada mekanisme untuk menghilangkan pseudogen dari genome (atau mekanisme yang sangat efisien untuk itu). Ini tampaknya benar untuk vertebrata, namun sebagian organisme dengan waktu perkembangbiakan pendek, seperti bakteri, protista dan Drosophila memiliki mekanisme yang dapat membuang DNA berebihnya. Catat, kemungkinan salah ini independen pada apakah pseudogen tertentu memiliki fungsi atau sepenuhnya non fungsional. Seperti unsur genetik atau struktur organisme lainnya, oportunisme evolusioner dapat mengambil pseudogen dan menekannya menjadi fungsi baru dan berbeda.
22. Ditemukannya dua mamalia yang memiliki retrogen yang sama di lokasi kromosom yang sama
Akan tidak masuk akal secara evolusi, bila mamalia tertentu (misalnya anjing, sapi, platypus, dll) memiliki retrogen yang sama di lokasi kromosom yang sama. Sebagai contoh, akan sangat tidak mungkin anjing juga memiliki tiga insersi HERV-K yang unik pada manusia, karena tidak satupun primata lain memiliki barisan retroviral ini.
23. Ditemukan tidak adanya perubahan genetik yang signifikan seiring bertambahnya waktu dan generasi
Saat bahan genetik diperoleh, adalah jelas kalau bagi evolusi untuk menempuh sejumlah besar perubahan yang dibutuhkan dalam bahan genetik. Bila pengamatan umum ahli genetika adalah kalau genomik stasis dan tidak memiliki perubahan genetik signifikan, itu akan menjadi bukti kesalahan teori evolusi. Sebagai contoh, adalah mungkin kalau kapanpun kita memberikan mutasi pada genome organisme, DNA dapat melakukan mutasi ulang ke keadaan awalnya. Walau begitu, sebaliknya lah yang terjadi – genome sangat plastis dan perubahan genetik diwariskan dan pada dasarnya irreversible (Lewin 1999).
24. Ditemukannya fosil dinosaurus berdampingan dengan fosil manusia di lapisan umur yang sama
Penyangkalannya akan sangat sederhana—sedimen dari bumi dapat mengandung komposisi spesies yang sangat serupa dengan kehidupan modern sejauh yang bisa kita lihat dalam lapisan berurutan.
25. Ditemukannya spesies yang tidak berinteraksi dengan spesies lainnya
Bila semua spesies yang dikenal secara genetik sepenuhnya terisolasi satu sama lain, dan tidak ada hibrida, akan sangat sulit untuk membenarkan secara rasional postulasi jutaan pada jutaan peristiwa spesiasi bertahap di masa lalu.
26. Tiba-tiba tercipta mahluk hidup begitu saja tanpa proses, misalnya terbukti kalau manusia tiba-tiba muncul di masa lalu begitu saja dari tanah
Bila tingkat modern yang teramati dari evolusi tidak mampu menunjukkan tingkat yang ditemukan dalam catatan fosil, teori evolusi akan sangat sulit menjelaskan. ada rumus ini
r = (ln(x2) – ln(x1)) / Dt
dimana
r = kecepatan evolusi, satuannya darwin
x1 = nilai rata-rata karakter pada sampel pertama
x2 = nilai rata-rata karakter pada sampel kedua
Dt = selisih waktu geologis sampel pertama dan sampel kedua
nah, karakter tersebut bisa masa reproduksi, panjang gigi, panjang kaki, dsb. Karakter apapun sejauh bisa di kuantifikasi.
Seandainya equus muncul secara mendadak pada masa kenozoikum akhir nilainya bisa lebih dari 80 ribu darwin, tapi nilainya ternyata sekitar 400 darwin. Kalau ditemukan kecepatan 4000 darwin dalam catatan fosil , teori evolusi dapat runtuh.
27. Ditemukan ketidaksesuaian yang nyata antara laju mutasi dengan bukti fosil
Dapat terjadi kalau mutasi genetik yang diukur dalam pengamatan organisme modern besarnya kurang dari yang diperlukan oleh tingkat catatan fosil dan persebaran barisan.
Nah, silakan anda yang berniat meruntuhkan teori evolusi mencoba menemukan salah satu dari 27 hal di atas. Selamat ber eksperimen, melakukan pengamatan dan semua langkah ilmiah. Siapa tahu beberapa tahun ke depan, anda mendapatkan nobel di bidang kedokteran dan fisiologi.
Daftar Pustaka
- Archie, J. W. (1989) “A randomization test for phylogenetik information in systematic data.” Systematic Zoology 38: 219-252.
- Bailey, T. L., dan Gribskov, M. (1998) “Combining evidence using p-values: application to sequence homology searches. Bioinformatics. 14: 48-54
- Benton, M. J., Hitchin, R., and Wills, M. A. (1999) “Assessing congruence between cladistic and stratigraphic data.” Syst. Biol. 48: 581-596
- Benton, M. J., and Storrs, G. W. (1994) “Testing the quality of the fossil record: paleontological knowledge is improving.” Geology 22: 111-114
- Bergman, J. (2000) “Is the inverted human eye a poor design?” Perspectives on Science and Christian Faith 52: 18-30.
- Brown, J. H., and Lomolino, M. V. (1998) Biogeography. Second edition. Boston, MA: Sunderland.
- Carroll, R. L. (1988) Vertebrate Paleontology and Evolution. New York: W. H. Freeman and Co
- Carroll, R. L. (1997) Patterns and Processes of Vertebrate Evolution. Cambridge: Cambridge University Press
- Chaterjee, S. (1997) The Rise of Birds: 225 million years of evolution. Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press.
- Chervitz, S. A., et al. (1998) “Comparison of the complete protein sets of worm and yeast: Orthology and divergence.” Science 282: 2022-2028
- Dickerson, R. E. (1972) Scientific American. 226: 58-72.
- Faith, D. P., dan Cranston, P. S. (1991) “Could a cladogram this short have arisen by chance alone?: on permutation tests for cladistic structure.” Cladistics 7: 1-28
- Fisher, R. A. (1990) Statistical methods, experimental design, and scientific inference. Bennet, J. H. ed., Oxford: Oxford University Press
- Futuyma, D. (1998) Evolutionary Biology. Third edition. Sunderland, MA, Sinauer Associates.
- Gilbert, S. F. (1997) Developmental Biology. Fifth edition. Sinauer Associates.
- Groves, C. P. (2000) The genus Cheirogaleus: Unrecognized biodiversity in dwarf lemurs.” International Journal of Primatology. 21(6): 943-962.
- Hillis, D. M. (1991) “Discriminating between phylogenetic signal and random noise in DNA sequences.” In Phylogenetik analysis of DNA sequences. pp. 278-294 M. M. Miyamoto and J. Cracraft, eds. New York: Oxford University Press
- Hillis, D. M., dan Huelsenbeck, J. P. (1992) “Signal, noise, and reliability in molecular phylogenetic analyses.” Journal of Heredity 83: 189-195.
- Hillis, D. M., Moritz, C. and Mable, B. K. Eds. (1996) Molecular systematics. Sunderland, MA: Sinauer Associates.
- Kemp, J. S. (1982) Mammal-like reptiles and the origin of mammals. New York: Academic Press
- Klassen, G. J., Mooi, R. D., dan Locke, A. (1991) “Consistency indices and random data.” Syst. Zool. 40:446-457
- Lewin, B. (1999) Genes VII. New York, Oxford University Press
- Li, W.-H. (1997) Molecular Evolution. Sunderland, MA: Sinauer Associates.
- MacFadden, B. J. (1992) Fossil Horses: Systematics, Paleobiology, and Evolution of the Family Equidae. New York, Cambridge University Press.
- Rasoloarison, R. M., Goodman, S. M., dan Ganzhorn, J. U. (2000) “Taxonomic revision of mouse lemurs (Microcebus) in the western portions of Madagascar.” International Journal of Primatology. 21(6): 963-1019.
- Stanley, S. (1993) Earth and Life Through Time. New York: W. H. Freeman.
- Thalmann, . U., and Geissmann, T. (2000) “Distribution and geographic variation in the western woolly lemur (Avahi occidentalis) with description of a new species (A. unicolor).” International Journal of Primatology. 21(6): 915-941.
- Wilson, E. O. (1992) The Diversity of Life. Cambridge, MA, Harvard University Press
- Yockey, H. P. (1992) Information Theory and Molecular Biology. New York: Cambridge University Press
- Yoder, A. D., Rasoloarison, R. M., Goodman, S. M., Irwin, J. A., Atsalis, S., Ravosa, M. J., and Ganzhorn, J. U. (2000) “Remarkable species diversity in Malagasy mouse lemurs (primatas, Microcebus).” Proceeding of National Academy of Sciences 97(21): 11325-30.
S :http://www.faktailmiah.com/